Karya : Dini Destya Sundara
Jangan Biarkan
Buku kusam tergeletak diatas meja
Mulai usang dan lapuk
Sepertinya tak berpemilik
Berharap di raba dan di buka
Dia menangis tersedu dan mengiba
Namun sang pemuja pergi entah kemana
Jangan biarkan dia rusak dan hilang
Karena sejarah takan pernah berulang
Karena waktu takan bisa kembali
Dan karena masa depan kita yang genggam
Dengan buku kita maju satu langkah
Tanpanya, kita menyerah
Jangan biarkan tanah kita menyempit
Jangan biarkan air kita surut
Jangan biarkan udara kita menghitam
Dan jangan biarkan kebodohan memasukimu
Fatamorgana
Aku berdiri sesak diantara perkebunan berdebu
Riuh alat berat berdesakan merenggut harapan
Satu demi satu sumber oksigen itu hilang
Kemudian rata ,sisakan kesal
Mereka tersenyum puas
Lambaikan tangan dan pergi
Ini bukan impianku sebagai anak negeri
Melihat hijaunya alam berganti bangunan menjulang
Udara pengap dan asap tebal
Atau tanah subur tertutupi semen
Mata terpejam lelah lalu terbayang rumah sederhana
dengan tanaman dan beberapa hewan peliharaan
suara sungai dan nyanyian burung saling bersautan
kita saling bersama dalam kedamaian
ini mimpiku, terlalu besar dan naif
Negeriku Bernama Indonesia
Gemericik air membasahi sawah luas nan permai
Gunung berdiri kokoh dengan bangganya
Angin semilir mengibas lembut pohon yang berderet rapi
Kerbau bersantap pagi dengan lahapnya
Anak-anak bersenda gurau dengan riang
Terlihat warna kulit berbeda namun saling bercengkrama
Semua menyatu seperti pelangi di pagi hari
Indah dan tak tergantikan
Ini negeriku ,dimana semua keindahan tercipta
Perbedaan kita adalah akar yang kokoh
Mencengkram jauh ke dalam tanah
Kemudian tumbuh dan berkembang
Negeriku adalah Indonesia
Memegang teguh Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika
Semua tangan saling menggenggam dan hidup berdampingan
Kemarau Itu
Kamu selalu datang di saat yang tidak tepat
Mengajaku pada suatu rasa yang sama
Berulang dan berlangsung lama
Terus ungkit keindahan saat bersama
Bumi meninggalkan angin dingin
Menyibak rasa dan hampir tergoda
Terpana rasa ingin bersama
Dan kali ini aku tidak bisa
Kamu hanya sebuah luka lama
Datang kembali belum tentu menjadi lebih baik
Pergilah bersama sisa rasa yang kamu punya
Tinggalkan aku yang mengendap lara
Berdiri berteman sepi
Hati merapuh sisakan perih
Jangan menatapku lagi
Biarkan aku pergi bersama kemarau di bulan juni
Sendu
Ini bukan hanya tentang rindu
Bahkan lebih besar dari pada itu
Ada rasa yang bergejolak makin membesar dan bertambah parah
Memuncak hingga berkunang-kunang
Ini bukan tentang kapan kembali
Namun mengapa kamu harus pergi
Seperti debu yang berterbangan
Meninggalkan sesak yang makin menjadi
Aku duduk di atas rumput yang mengering
Menatap mentari yang mulai berubah warna
Menghitung waktu yang terus berjalan
Pada kayu yang mulai lapuk
Aku menulis pesan lewat udara yang beraroma bunga
Bahwa aku masih disini untukmu
Menjaga kenangan kita
Bersama pilu yang semakin sendu
Profile :
Dini Destya Sundara, lahir di Bandung, 04 Desember 1989, berzodiak Sagitarius dan senang berpetualang.
“Menurut saya dengan membaca dan menulis kita masuki alam liar imajinasi, bertukar peran disetiap judulnya dan itu sangat menyenangkan,” katanya.
(Res)