Jelang Idul Fitri antar makanan menjadi momen terindah bagi anak-anak usia SD. (Photo ilustrasi) |
spirit.my.id
Saat perayaan nanti dipastikan beragam kuliner khas lebaran bakal tersaji .
Dibalik indahnya momen Idul Fitri, di negara + 62, dulu ada tradisi yang menakjubkan yaitu saling kirim makanan.
Ada ketupat, opor ayam, tumis, ranginang, opak, kue dan lainnya adalah hidangan favorit antar makanan.
Yang menjadi pertanyaan, apakah tradisi khas lebaran warga + 62, di era globalisasi sekarang masih ada atau sudah almarhum ?
Memang tak menampik sih, di era yang makin moderen sebagian tradisi lebaran sudah terlupakan.
Generasi milineal, sibuk dengan dunianya masing – masing. Pastinya tak akan tahu apa itu saling kirim makanan, bila diberi informasi paling juga berkata “masa sih, ih asik dong”.
Tradisi ini memang mayoritas terjadi di pedesaan khususnya di tanah Pasundan.
H-1 lebaran, tradisi ini makin memanas, tapi terkadang dari h-3, saling kirim makanan antar tetangga dan saudara sudah terjadi.
Dan yang sangat terdampak dari momen indah ini adalah anak-anak usia SD, karena mayoritas merekalah yang menjadi kurir.
Dan betapa senangnya jika orangtua menyuruhnya karena biasanya selain sambil ngabuburit, kadang dapat upah atau buruh.
“Saya masih ingat sekali, waktu kelas 4, kalau disuruh nganterin makanan ke tetangga semangat. Pengennya yang jauh sambil ngabuburit ,” kata Ucup Darna, pada Restu Nugraha, Pemimpin Redaksi spirit media inspiratif, siang hari di sebuah Masjid di Kota Bandung.
Lazimnya makanan yang dikirim adalah makanan berat, seperti nasi, tumis sayuran, opor ayam dan lainnya.
Adapun makanan ringan misalnya ranginang, opak, kue sebagai pelengkap saja.
Makanan yang diantarkan menggunakan rantang standar 4 susun.
“Kadang saya suka buka apa isinya. Yang masih ingat rantang paling bawah isinya nasi, yang kedua, tumisan, ketiga sayuran, yang pertama biasanya kaya makanan cemilan,” ungkap Ucup seraya tersenyum membayangkan masa indah saat menghantar makanan.
Dan yang bikin gembira ketika menghantar makanan, menyusuri jalan setapak seperti sawah, kebun, ladang. Memorinya mengingat, di jalan tak sengaja berpapasan dengan temannya yang sama-sana mengantar makanan juga.
Malahan Ucup, terkadang mengantar temannya terlebih dahulu.
“Misalnya ketemu sama temen yang sudah dekat diantar dulu. Tapi dia juga nanti harus mau anter saya anterin makanan. Itu yang bikin senang ada temen ngobrol di jalan tau-tau udah sampai,” jelasnya sambil membetulkan kopiah hajinya.
Ucup pun sangat menyayangkan, tradisi tersebut kini tinggal kenangan padahal menurutnya, banyak pesan moral yang terkandung yang bisa perkuat kekeluargaan dan kebersamaan.
“Mungkin di sebagian pedesaan lain masih ada antar makanan ini, tapi suasananya sudah berbeda dengan jaman dulu. Sukanya itu, kita bawa makanan lagi ke rumah dari rumah yang diantarin makanan. Penasaran juga sih di jalan saya buka rantangnya, ternyata engga jauh isinya,” pungkasnya.
Kunjungi You Tube kami :
(Res)