Foto ilustrasi |
spirit.my.id
– Hidayah Allah tak mengenal identitas dan status, jika Allah menginginkannya maka jadilah, seperti yang menimpa Aron (nama samaran) yang merupakan keluarga Yahudi.Bagaimana Aron bisa memeluk Islam ?
Begini kisahnya.
Suatu hari, seorang temannya memberi tahu tentang Indonesia.
Sejak saat itu, Aron bertekad ingin ke Indonesia dan mendaftar di institut seni yang mengajar tentang bidang musik etnomusikologi.
Datanglah ia ke Indonesia melalui pertukaran pelajar dan langsung mendaftar di institut seni.
Selama di Indonesia, pria asal Kota New York ini tak membuka identitas aslinya, yaitu seorang Yahudi, ia khawatir dimusuhi.
Selama itu, Aron fokus pada musik dan menghindari pembahasan tentang agama, bahkan tradisi agama yahudi yang makin jauh darinya.
Aron sendiri sudah tahu tentang Islam, malahan berpandangan
Islam sepertinya hanya membuang – buang waktu saja, aktifitasnya hanya banyak berdoa dari pada mengisi dengan kegiatan yang produktif.Suatu hari Aron bergabung dengan komunitas Gamelan Tradisional. Gamelan adalah instrumen perkusi tradisional di Jawa yang terbuat dari logam.
Di suatu waktu, disebelah Aron duduk seorang laki-laki agak tua. Dia menjelaskan pada dirinya bagaimana hubungan gamelan dan Islam. Dia memberitahu tentang ansambel (kumpulan musik) Gamelan Kerajaan Kuno yang satu-satunya mempunyai tujuan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Ada lagi namanya Gamelan Sekaten, ukurannya lebih besar dari gamelan lainnya dan hanya digunakan setahun sekali. Lelaki tua itu menjelaskan bahwa permainan gamelan ini seharusnya mewakili pujian terus menerus atas Nabi Muhammad SAW.
Kisah itu mengesankan bagi Aron karena dirinya tidak pernah mimikirkan aspek spiritual dari musik itu sendiri. Penjelasan gamelan untuk memperingati Nabi Muhammad menempel di otaknya.
Setelah mendengar penjelasan dari si kakek tua tersebut, Aron makin semangat dalam membuat musik eksperemiental dan rekaman gamelan. Aron mulai mempelajari aspek spiritual Islam.
“Dan jujur, itu menyentuhku itu mempengaruhi saya. Saya mulai mengerti Islam adalah agama yang hidup dan penuh dengan spirilitualitas yang saya inginkan dalam hidup saya,” ujar Aron, dilansir dari laman Aboutislam beberapa waktu lalu..
Tak cukup sampai disitu, Aron pun mulai menilai kehidupan Islam di Indonesia dan membaca buku – buku Islam dan itu membuatnya takjub dan merubah pandangan pada Islam.
Seiring waktu, Aron, dalam kegalauan maksimal, di lain pihak ingin peluk Islam, tapi disisi lain tak ingin kehilangan keluarganya. Ia yakin sekali, keluarga besarnya akan murka, jika masuk Islam.
Lewat pertimbangan yang matang, Aron akhirnya putuskan mengucap dua kalimah Syahadat di pusat komunitas muslim kecil di Kota New York, sebagai syarat utama masuk Islam.
Setelah menjadi muslim, Aron rajin berdoa dan berdzikir. Ingatan ritmis tentang Allah ini dirasa luar biasa, kata dia, seperti musik spiritual yang menenangkan hati dan pikiran.
Sampai sekarang, Aron masih bisa melihat dan mengunjungi keluarganya.
(*)